Catatan Kunjungan Bush, 21 November 2006)
Steven Y Pailah
Agenda kunjungan Presiden George W. Bush seperti laporan Pemerintah RI semula hanya akan membicarakan topik tentang kesehatan, investasi, pendidikan, penegakan reformasi dan kesejahteraan masyarakat. Akan tetapi, dalam jumpa pers Presiden SBY – Bush, topiknya melebar tentang counter terrorism dan penyelesaian invasi AS ke Irak. Hal ini membuktikan politik luar negeri AS mengarah pada isu terorisme dan mencari dukungan pembenaran publik internasional atas metode pembebasan rakyat Irak.
Kunjungan Bilateral : Dalam pertemuan Tingkat Kepala Negara atau kunjungan kenegaraan, terdapat lima fungsi diplomasi yang tersirat bagi kepentingan setiap negara. Pertama, fungsi Domestic Political Enhancement. Kekalahan Partai Republik (pemerintah) yang berkuasa di AS dalam pemilihan sela (2006), merupakan tamparan keras akibat protes domestik rakyat Amerika terhadap politik luar negeri yang diterapkan di Irak dan Afghanistan. Kunjungan Bush ke Indonesia dapat dimengerti sebagai upaya mencari dukungan dan langkah politik keseimbangan atas apa yang dijalankannya di Timur Tengah. Sebaliknya, momen kunjungan Bush, merupakan saat yang tepat di dalam negeri ketika perselisihan SBY-Kalla dan upaya penarikan dukungan Partai Golkar terhadap pemerintah, justru menumbuhkan kepercayaan diri (self confidence) bagi SBY sebagai Presiden RI dan tuan rumah yang baik. Pesan ini tergambar begitu gamblang dalam ekspresi kedua pemimpin negara ketika jumpa pers. Seolah-olah politik dalam negeri RI maupun AS baik-baik saja dan tak ada penolakan (resistensi) dalam parlemen maupun rakyatnya. Memang, inilah nilai sebuah kunjungan kenegaraan. Tanpa melihat aksi demonstrasi dan penolakan kunjungan Bush, sebuah proses ketata-kenegaraan yang lazim berlangsung di tengah langit mendung dan kehangatan Istana Bogor. Ada topik yang dibahas empat mata, nilai historis, kehormatan Kepala Negara dan nuansa kewibawaan bagi kedua negara.
Kedua, fungsi leader education. Bagi SBY-Bush pertemuan di Bogor merupakan usaha meningkatkan dan membina hubungan kerjasama bilateral RI-AS sekaligus membicarakan hal-hal yang menyangkut kepentingan dan masalah bersama. Lewat pertemuan tersebut, masing-masing kepala negara akan semakin memahami dan mengerti proyeksi serta kebijakan luar negeri dan proteksi dalam negeri. Hal ini membangkitkan (mutual of understanding) pengertian bersama sehingga apa yang di agendakan dalam nota kerjasama dapat dipahami sebagai kerangka dasar prinsip-prinsip hubungan bilateral. Saling mengenal tipe/karakteristik pemimpin dan belajar mendengarkan, merupakan fungsi dan makna pembelajaran atau “share educate” antara SBY dan Bush.
Ketiga, fungsi Political Direction. Hasil pertemuan bilateral SBY-Bush mengenai bantuan di bidang pendidikan, reformasi bidang hukum dan usaha penanggulangan flu burung harus dapat diterjemahkan oleh para menteri dan para pembantu presiden. Implementasi program dan hubungan kerjasama, berada sepenuhnya pada political will birokrasi pemerintahan. Setidaknya, arahan dan bentuk mekanisme kerjasama serta tindak-lanjut menjadi kebutuhan mendasar dalam melengkapi pembicaraan bilateral kedua kepala negara. Kinerja pemerintahan yang baik dan transparan merupakan legitimasi serta dukungan terhadap politik luar negeri yang sedang dijalankan. Sebaliknya, birokrasi dan sistem pemerintahan yang amburadul dan semrawut menjadikan halangan dan batas akhir dari perjuangan diplomasi yang dibangun. Kondisi stabil, seimbang dan pemerintahan yang bersih menjadi prasyarat atas dukungan moril dan profesionalisme pemerintahan terhadap Kepala Negara.
Keempat, fungsi Policy Coordination. Sebagai bangunan kompleks negara, pemerintah merupakan instrumen politik dan saluran kehendak rakyat. Tanpa struktur yang menunjang, maka negara tersebut akan gagal dalam mempertahankan nilai, sistem dan tata pemerintahannya. Kunjungan Presiden Bush, secara resmi membawa 99 anggota delegasi baik Sekretaris Negara, para menteri, Duta Besar AS dan penasehat keamanan negara. Hal yang sama berlaku pula terhadap delegasi Indonesia dimana Presiden SBY didampingi menteri kordinator, para menteri, Duta Besar dan juru bicara kepresidenan.
Kelima, fungsi Social Economic Management. Terlepas kontraversi kedatangan Presiden Bush di Istana Bogor, kunjungan tersebut melahirkan pemberian bantuan di bidang pendidikan, kesehatan (penanganan flu burung) dan reformasi / penegakan hukum. Kepentingan nasional / national interest dan bantuan ekonomi jelas merupakan sasaran bagi setiap pertemuan atau diplomasi tingkat kepala negara. Bagi negara pemberi bantuan ekonomi, tentu melampirkan dan mengajukan syarat yang harus dipenuhi di samping solusi dan pemecahannya. Sebaliknya bagi negara penerima bantuan, ada kepatutan dan kepatuhan terhadap rule of mechanism. Ketidakberdayaan diplomasi sangat dipengaruhi oleh besar kecilnya tingkat kemakmuran dan pertumbuhan ekonomi serta kesejahteraan sebuah negara.
Respon masyarakat Indonesia menolak dan menyambut kehadiran Bush di tanah air. Akan tetapi, dalam kerangka kunjungan dan politik luar negeri, Bush beserta delegasinya berhasil menjalankan suatu game diplomacy merangkul pemerintah Indonesia dalam promosi anti-teroris lewat bantuan ekonomi. Sesungguhnya, diplomasi dan standar ganda politik luar negeri AS bagaikan pucuk di cinta ulam pun tiba di mata Pemerintah RI.
Hakekat dan jati diri sebuah bangsa seakan terlepas dari kesepakatan bilateral (empat mata) apabila ada syarat dan pra-kondisi terhadap bantuan ekonomi yang disepakati. Setidaknya, upaya Pemerintah Indonesia tidak membiarkan koneksi bilateral dan akses pemberian bantuan ekonomi AS menjadi ladang subur eksploitasi dan eksplorasi atas nama investasi asing. Sebaiknya, kita belajar bagaimana menjadi tuan yang paham mengelola kekayaan ibu pertiwi bukan tetap menjadi tuan rumah yang baik (the good boy) atau kacung yang selalu mengundang datangnya investasi dan modal asing.
2 comments:
thank u very much for your articles
u r w'come...
Post a Comment